HUKRIM, TimeNUSANTARA – Fadel Hulalango, seorang aktivis muda yang pernah memimpin aksi demonstrasi beberapa tahun lalu terkait PLTU Sulut 1 di Desa Binjeita, kembali akan menggelar aksi unjuk rasa. Kali ini, ia bersama ratusan massa dari Aliansi Pemuda dan Masyarakat Peduli Bolaang Mongondow Utara (APMPB) akan menyoroti dugaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak serta penjualan aset negara yang terjadi di proyek PLTU Sulut 1 yang diduga dilakukan oleh pihak PT PP.
Fadel menegaskan bahwa aksinya kali ini tidak main-main. Ia menyatakan telah mengantongi bukti kuat terkait dugaan penjualan sisa besi dan kabel tembaga oleh salah satu oknum di PT PP berinisial “W”. Menurutnya, jika aset negara dijual tanpa prosedur yang benar, maka hal tersebut masuk dalam kategori tindak pidana.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Aset negara itu tidak boleh diperjualbelikan sembarangan. Jika terbukti ada pelanggaran, maka ini adalah bentuk perampokan yang harus diproses secara hukum,” tegas Fadel.
Fadel juga menyoroti kasus PHK yang dialami para pekerja lokal. Ia menyatakan bahwa berdasarkan laporan para pekerja, hingga kini mereka belum menerima gaji penuh serta hak kompensasi seperti uang pesangon, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, ia meminta pihak kepolisian untuk turun tangan mengusut tuntas permasalahan ini.
Menurut Fadel, Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, aset negara tidak boleh dijual tanpa prosedur yang sah. Jika terbukti ada pihak yang menjual aset negara tanpa izin resmi, maka dapat dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman penjara hingga 20 tahun.
Baca Juga: Benarkah Wahyu Gusti Menjual Aset Negara di PLTU Sulut 1? Polres Bolmut Diminta Bertindak Tegas
Selain itu Fadel juga menyoroti aturan hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh para pekerja yang di PHK, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja yang terkena PHK berhak mendapatkan pesangon serta pembayaran upah sesuai peraturan yang berlaku. Diantaranya, Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pekerja yang terkena PHK berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, serta uang penggantian hak.
“Jika perusahaan tidak membayarkan hak-hak pekerja, maka bisa dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 185 UU Ketenagakerjaan, dengan ancaman pidana dan denda,”pungkas Fadel.
Lanjut Fadel mengungkapkan bahwa aksi ini akan berlangsung selama tiga hari berturut-turut, mulai Senin, 24 Februari hingga Rabu, 26 Februari 2025. Lokasi aksi akan difokuskan di kantor PLTU Sulut 1 di Desa Binjeita serta di halaman kantor Polres Bolmut.
Baca Juga: PHK Sepihak dan Dugaan Penjualan Aset Negara di PLTU Sulut 1, Pihak Berwenang Diminta Periksa PT PP
Surat pemberitahuan aksi telah resmi dikirimkan ke pihak Polres Bolmut pada Kamis (20/2/2025) siang. Fadel berharap aparat kepolisian dapat mengawal aksi dengan adil dan profesional serta segera menindaklanjuti tuntutan masyarakat terkait dugaan pelanggaran hukum yang terjadi.
“Aksi ini adalah bentuk perjuangan kami untuk keadilan pekerja dan penyelamatan aset negara. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas,” Tegasnya.
Penulis: Fadlan Ibunu