NASIONAL, TimeNUSANTARA – Presiden Prabowo Subianto mengusulkan perubahan sistem pemilihan kepala daerah dari pemilihan langsung menjadi pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Usulan ini disampaikan dalam pidatonya pada perayaan ulang tahun ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Kamis 12 Desember 2024. Prabowo menekankan pentingnya efisiensi anggaran demi kepentingan keuangan negara dan kemudahan transisi kepemimpinan.
Dalam pidatonya, Prabowo menyampaikan keprihatinannya terhadap tingginya biaya pemilu langsung yang dapat mencapai puluhan triliun rupiah. “Berapa puluh triliun habis dalam satu-dua hari, baik dari anggaran negara maupun dari para kandidat. Kalau dilakukan oleh DPRD, negara bisa lebih hemat dan efisien seperti di Malaysia dan Singapura,” tegas Prabowo. Menurutnya, sistem pemilu langsung tidak hanya membebani negara tetapi juga kandidat yang harus mengeluarkan dana besar selama kampanye.
Prabowo menilai bahwa penghematan anggaran ini dapat dialihkan ke sektor yang lebih mendesak, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan mekanisme pemilihan oleh DPRD, proses pemilihan kepala daerah dapat lebih sederhana, lebih cepat, dan mengurangi potensi konflik horizontal yang kerap terjadi dalam pemilu langsung.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Wacana ini memicu berbagai tanggapan dari sejumlah kalangan. Politikus PDIP, Deddy Yevri Sitorus, menyatakan bahwa partainya masih memegang prinsip kedaulatan rakyat melalui pemilu langsung. Namun, ia juga menyadari tingginya biaya pemilu dan menyarankan penguatan partai politik untuk menekan pengeluaran kampanye. “Kalau partai politik lebih dekat dengan masyarakat, biaya pemilu bisa ditekan,” ujarnya.
Di sisi lain, Ketua Fraksi PKB DPR RI, Jazilul Fawaid, menyambut baik usulan ini. Menurut Jazilul, posisi gubernur lebih sebagai koordinator dan tidak memerlukan biaya pemilu yang begitu besar. “Anggaran triliunan rupiah lebih baik digunakan untuk kepentingan rakyat seperti pendidikan dan kesehatan,” jelas Jazilul.
Dukungan serupa juga datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, menyatakan bahwa gagasan ini realistis dan bertujuan untuk mencegah politik uang yang merugikan demokrasi. “Tingginya biaya pemilu langsung bisa memicu mafsadat, termasuk potensi korupsi dan konflik sosial,” katanya.
Namun, beberapa pihak masih menyuarakan kekhawatiran terhadap sistem ini. Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, menyoroti risiko oligarki dan kesewenang-wenangan elite partai jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. “Masalah utamanya bukan sistem pemilihan, melainkan lemahnya penegakan hukum. Jika ini tidak diperbaiki, sistem apapun akan menghadapi masalah,” tegas Titi.
Meski menuai pro dan kontra, usulan ini sejalan dengan visi Prabowo untuk meningkatkan efisiensi anggaran negara dan mengoptimalkan dana publik untuk kesejahteraan masyarakat. Prabowo percaya bahwa langkah ini dapat menjadi solusi nyata untuk pengelolaan keuangan negara yang lebih baik di masa depan. (***)