KOTAMOBAGU, TimeNUSANTARA – Pengadilan Negeri (PN) Kotamobagu kembali menjadi sorotan publik setelah menjatuhkan putusan yang dianggap kontroversial dalam kasus penganiayaan terhadap Tri Rama Kantohe. Keputusan majelis hakim yang membebaskan seorang oknum anggota Polri yang diduga sebagai pelaku, menuai banyak kritik, terutama dari pihak keluarga korban dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bolmut.
Kasus ini bermula saat Tri Rama Kantohe, warga Kecamatan Bintauna, Kabupaten Bolmut, menjadi korban penganiayaan. Pelaku yang diduga merupakan anggota kepolisian yang bertugas di Polda Sulut, berinisial ARF, akhirnya diseret ke meja hijau. Namun, alih-alih mendapatkan hukuman yang setimpal, majelis hakim justru memutuskan untuk melepas ARF dari segala tuntutan hukum.
Putusan ini sontak memicu reaksi keras, terutama dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang merasa bahwa keputusan tersebut tidak memenuhi rasa keadilan. Sebagai bentuk protes dan ketidakpuasan, JPU langsung mengambil langkah hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bolmut, Oktafian Syah Effendi SH, MH, melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Pidum), Jeri Kurniawan SH, menegaskan bahwa keputusan kasasi ini diambil karena pihaknya yakin memiliki cukup bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwa.
“Kami yakin bahwa terdapat cukup bukti untuk membuktikan perbuatan terdakwa dalam kasus ini. Oleh karena itu, kami mengajukan kasasi agar Mahkamah Agung dapat meninjau kembali putusan tersebut,” ujar Jeri.
Lebih lanjut, Jeri menegaskan bahwa langkah hukum ini bukan hanya untuk mencari keadilan bagi korban, tetapi juga sebagai bentuk komitmen kejaksaan dalam memastikan kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
Sementara itu, keluarga Tri Rama Kantohe mengaku sangat kecewa dengan keputusan PN Kotamobagu. Mereka merasa putusan tersebut tidak mencerminkan keadilan bagi korban dan berharap Mahkamah Agung dapat memberikan vonis yang lebih adil.
“Kami sangat kecewa dengan keputusan ini. Kami berharap Mahkamah Agung bisa memberikan keadilan yang seharusnya bagi korban,” ujar salah satu anggota keluarga.
Di sisi lain, keputusan PN Kotamobagu ini juga mendapat perhatian luas dari masyarakat. Banyak pihak yang menilai bahwa putusan bebas bagi ARF dapat mencederai rasa keadilan dan menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Publik kini menanti keputusan akhir yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi korban serta keluarganya. Apakah Mahkamah Agung akan mengoreksi putusan PN Kotamobagu atau justru menguatkan keputusan tersebut? Jawabannya masih dinantikan.
(Fadlan Ibunu)