BOLMUT, TimeNUSANTARA — Pengetesan mesin Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) memicu polemik yang hangat di tengah masyarakat. Selain menghadirkan pasokan energi yang dibutuhkan di daerah tersebut, keberadaan PLTU ini juga menyisakan dampak yang perlu diantisipasi. Masyarakat di sekitar area PLTU merasa bersyukur atas peningkatan pasokan listrik, tetapi mereka menuntut perhatian lebih terkait dampak kesehatan dan sosial yang muncul. Tujuan utama dari kesadaran ini bukan untuk menolak kehadiran PLTU, melainkan untuk mengantisipasi dampak yang merugikan sesuai aturan yang berlaku.
Dampak Terhadap Kesehatan dan Perekonomian Nelayan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Warga sekitar mengeluhkan penurunan kualitas lingkungan yang diduga berasal dari debu dan asap uji coba mesin PLTU. Keluhan seperti batuk-batuk dan sesak napas menjadi hal yang umum dirasakan warga setempat. Seorang warga yang tinggal dekat PLTU mengungkapkan, “Kami sering mengalami masalah pernapasan, terutama anak-anak.”
Lebih lanjut, dampak juga dirasakan oleh nelayan yang menggantungkan hidup dari hasil laut. Menurut sejumlah nelayan di Desa Binjeita, penurunan hasil tangkapan ikan terjadi akibat pencemaran air laut. “Dulu, kami bisa menangkap ikan dengan mudah, sekarang hasil tangkapan jauh berkurang,” ujar seorang nelayan. Keadaan ini mengancam keberlangsungan ekonomi lokal, terutama bagi masyarakat yang sepenuhnya bergantung pada sektor perikanan.
Namun, masyarakat berusaha untuk beradaptasi dan berharap agar dampak yang muncul dapat diminimalisir. Mereka tidak serta-merta menolak keberadaan PLTU, melainkan menuntut langkah-langkah antisipatif agar kesehatan tetap terjaga tanpa harus mengorbankan pembangunan.
Perekrutan Tenaga Kerja: Keadilan Sosial yang Dipertanyakan
Di sisi lain, polemik juga muncul terkait proses perekrutan tenaga kerja. Reinal Mokodompis, Ketua LSM Gabungan Lembaga Anti Korupsi (Galaksi) Sulut, mengkritik ketidakadilan dalam perekrutan tenaga kerja. Ia menyoroti bahwa anak daerah seharusnya diutamakan, terutama mereka yang memiliki latar belakang pendidikan teknis. “Jangan sampai putra daerah hanya dijadikan tenaga kasar, sementara posisi strategis diisi oleh orang dari luar,” tegasnya.
Camat Bolangitang Timur, Yahya Botutihe, menyatakan bahwa tahap perekrutan masih berjalan dan hasilnya belum diumumkan secara transparan. “Kami hanya tahu ada perekrutan, tetapi siapa saja yang lolos masih belum jelas,” ujarnya.
Peran DLH dalam Penanganan Dampak Lingkungan
Kritik lain diarahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang dinilai pasif dalam merespon keluhan warga terkait pencemaran lingkungan. Masyarakat berharap adanya tindakan nyata dari DLH untuk memastikan bahwa aktivitas PLTU berjalan sesuai aturan lingkungan yang berlaku. “Kami ingin DLH segera turun tangan untuk meninjau langsung dampak yang terjadi,” ujar Ketua DPW LSM Galaksi Sulut.
Pihak PLTU sendiri, melalui Rivai dari PT IKPT, mengklaim bahwa semua proses sudah sesuai regulasi. Namun, tanggapan ini dinilai tidak cukup meyakinkan bagi masyarakat yang merasakan dampak langsung.
Aksi LSM dan Harapan Masyarakat
Melihat situasi ini, LSM Galaksi Sulut berencana melakukan investigasi independen di lapangan dan melaporkan hasil temuannya ke kementerian terkait. Selain itu, audit menyeluruh terhadap konstruksi bangunan PLTU di wilayah pantai yang rawan erosi juga akan diminta.
Tujuan utama masyarakat bukan untuk menolak kehadiran PLTU, melainkan memastikan bahwa dampak yang muncul dapat diantisipasi secara efektif. Selain sosialisasi yang lebih intens, diperlukan tindakan nyata berupa program kemanusiaan di sekitar area PLTU agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga.
Antisipasi Dampak Tanpa Menolak Pembangunan
Polemik terkait PLTU di Bolmut mencerminkan pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Warga menyadari bahwa pasokan energi sangat penting, namun hak mereka untuk mendapatkan lingkungan yang sehat juga harus dihormati. Masyarakat berharap adanya dialog terbuka dan langkah-langkah konkret dari semua pihak terkait untuk mencapai solusi yang adil.
Langkah-langkah antisipatif seperti pengawasan kesehatan, sosialisasi reguler, dan bantuan sosial perlu ditingkatkan. Dengan demikian, masyarakat dapat menerima manfaat dari pembangunan tanpa harus mengorbankan kesehatan dan kelangsungan hidup mereka.
Penulis: Fadlan Ibunu